Jumat, 30 Juni 2023

Pingu Tersesat



Pingu Tersesat
Oleh Sukma Ramadhan
 


Halaman 1:  

Hari itu, Kumbi, Mutmut, Pingu dan Chaki, pergi berpetualang mendaki bukit kecil yang terletak di dekat desa mereka. Tak lupa mereka membawa bekal makanan, minuman yang dimasukan ke dalam ransel bawaannya masing-masing, Chaki yang mempunyai maksud tersendiri tampak juga membawa layang-layang yang dia gantungkan di ransel bawaannya. 


Halaman 2: 

Sambil bernyanyi-nyanyi, mereka mulai mendaki bukit kecil tersebut. Sepanjang perjalanan, mereka disuguhi pemandangan yang menakjubkan. Bunga-bunga berwarna-warni dan burung-burung yang berkicau membuat mereka semakin bersemangat. 


Halaman 3:

Tiba-tiba mata Pingu tertuju pada seekor kupu-kupu yang terbang melintas di hadapannya, dan hinggap di dahan pohon bunga. Pingu merasa terpesona oleh keindahan kupu-kupu tersebut dan bergegas menghampirinya. 


Halaman 4: 

Saat hampir mendekatinya, tiba-tiba kupu-itu melesat terbang menjauh. Pingu yang penasaran mengikuti kupu-kupu itu dengan hati yang penuh kekaguman. Namun, semakin lama Pingu mengikuti kupu-kupu, Pingu tidak menyadari kalau dia sudah  semakin jauh terpisah dari teman-temannya. Pingu sangat panik dan merasa cemas ketika menyadari itu.


Halaman 5: 

Sementara Kumbi, Mutmut, dan Chaki tetap melanjutkan perjalanan mereka tanpa menyadari bahwa Pingu telah terpisah dari rombongannya.


Halaman 6: 

Setelah beberapa saat, mereka menyadari bahwa Pingu tidak ada di antara mereka. Mereka mulai mencari-cari Pingu, memanggil-manggil namanya, namun tak ada jawaban. 


Halaman 7: 

Semua mulai merasa semakin khawatir. Tiba-tiba, Kumbi mendapatkan sebuah ide. Dia meminjam layang-layang yang dibawa Chaki dan memutuskan untuk menerbangkannya agar Pingu bisa melihatnya dari jauh.


Halaman 8:

Kumbi di bantu Mutmut kemudian menerbangkan layang-layang yang berwarna cerah itu ke langit. Mereka berharap Pingu bisa melihat layang-layang mereka dan mencari sumbernya. 


Halaman 9:

Sementara Chaki tidak mau membantu, ia terus bersungut-sungut tidak rela layangannya di pinjam oleh Kumbi. Chaki merasa khawatir kalau-kalau nanti layangannya putus, ia jadi tidak bisa memainkannya nanti setiba di puncak bukit seperti yang di rencanakan nya. 


Halaman 10:

Benar saja beberapa menit kemudian, Pingu melihat layang-layang yang indah terbang di langit. Hatinya berdebar kencang. Dia segera menyadari bahwa itu berasal dari teman-temannya yang sedang mencarinya. Pingu pun mengikuti jejak layang-layang tersebut dengan harapan dapat menemukan teman-temannya. 


Halaman 11:

Akhirnya Pingu berhasil menemukan Kumbi, Mutmut, dan Chaki di sebuah dataran kecil, yang di tengahnya terdapat pohon beringin besar. Mereka semua merasa sangat bahagia bisa berkumpul kembali.

 

Halaman 12: 

Tak lama Chaki yang tidak sabaran meminta teman-temannya untuk kembali melanjutkan perjalanan mereka.Sebelum melanjutkan perjalanan, mereka telah bersepakat agar tidak lagi ada yang memisahkan diri dan harus selalu tetap berada dalam rombongan.


Halaman 13: 

Tak lama berselang, Mereka pun tiba di puncak bukit kecil dan disambut oleh pemandangan yang memukau. Udara segar dan  mereka semua semakin terpesona melihat hamparan pemandangan di bawahnya. 


Halaman 14:

Sambil duduk berjajar, Kumbi, Pingu dan Mutmut mengunyah bekal yang mereka bawa masing-masing, dan menikmati moment tersebut dengan gembira. Semetara Chaki terlihat asik mulai berusaha menerbangkan layangannya.


 Halaman 15:

Hari hampir senja merekapun memutuskan untuk turun dari bukit dan kembali ke desa. Mereka berjalan beriringan sambil berbicara tentang petualangan mereka dan merencanakan petualangan selanjutnya. 


Selesai.



Rabu, 28 Juni 2023

Si Pencuri Bulan.


Si Pencuri Bulan.
Karya: Sukma Ramadhan.

Di pinggiran sebuah hutan tinggalah Pak Musang dan Pak Kelinci, mereka berdua hidup bertetangga. 
Meskipun keduanya Adalah petani-petani yang rajin, tetapi Pak Musang mempunyai kebiasaan buruk suka mencuri apa saja barang dari rumah Pak Kelinci, mulai dari ember, piring, 
topi, keranjang buah sampai cangkul alat bertani Pak Kelinci pun di curinya. 

Saat Pak Kelinci menyadari dan melihat Pak Musang Tengah memakai barangnya, Pak musang selalu beralasan kalau barang itu ia beli mungkin kebetulan saja mempunyai model dan jenis yang sama.
Bahkan ketika Pak Kelinci mengenali tanda yang dia buat di barang yang dicuri Pak Musang, Pak Musang pun bisa dengan mudah beralasan kalau dia meminjamnya waktu Pak Kelinci sedang tidak ada di rumahnya.

Pada suatu malam, ketika Pak Musang melintas di depan rumah Pak Kelinci dia melihat Pak Kelinci tengah duduk santai di beranda rumahnya, diterangi lampu bohlam yang baru dibelinya. 
Pak Musang pun lalu menghampiri pura-pura bertamu. Pak kelinci paham bila pak musang mampir ke rumah nya pasti besok paginya ada saja benda yang hilang di rumahnya, meskipun ia tahu, akan tetapi dia selalu gagal menangkap basah pencurinya. Ketika Pak Musang sudah pergi Pak Kelinci buru-buru mencabut bohlam barunya yang terpasang di langit-langit, hingga beranda rumahnya pun menjadi gelap. 

Pak Musang yang sedari pulang sudah mengintip dari balik jendela rumahnya pun, akhirnya tidak jadi mencuri bohlam itu. Paginya Pak Musang pun bertanya dengan berbohong, "Semalam saat aku melewati rumah mu, kenapa gelap sekali, apa lampu bohlam mu rusak?." Mendapat pertanyaan itu, Pak Kelinci mengatakan dengan bersiasat kalau lampu bohlamnya ia taruh di dalam sumur. "Soalnya kalau malam saat aku perlu air aku tidak berani keluar karena sumur di belakang rumah gelap...aku takut." Ujar Pak Kelinci beralasan. 
"Nanti malam baru aku akan menyalakannya, kamu juga tidak akan takut lagi bila nanti malam perlu untuk mengambil airnya." Sambung Pak Kelinci meyakinkan.
 
"Hehehe akhirnya aku tau tempat dimana dia menyembunyikan bohlamnya, aku akan mengambilnya tengah malam nanti" Ancam Pak Musang dalam hati. 
Ketika tengah malam tiba, di bawah sinar bulan purnama dengan mengendap-endap Pak Musang mendekati bibir sumur,  terlihat ada bulatan cahaya terang di lihatnya. "Itu dia bohlamnya sangat terang cahayanya" gumamnya terpesona. 
Pak Musang tidak menyadari, kalau sebenarnya cahaya terang yang dia lihat itu adalah pantulan cahaya bulan purnama di atas permukaan air sumur. 
“Hehehe dasar kelinci bodoh kena kau, aku bodohi” gumam Pak Musang kegirangan. Sejenak Pak Musang tampak mondar mandir mencari akal, bagai mana cara dia mengambil bohlam didalam sumur itu. Tiba-tiba ia melompat kegirangan, rupanya ia mendapatkan akal untuk melakukan aksinya. Dengan menaiki ember timba kemudian dia mengulur tali timba untuk membawanya turun ke dalam sumur.

Malang bagi Pak Musang karena bobot tubuhnya terlalu berat, pegangan talinya pun terlepas, hingga tubuhnya meluncur deras dan tercebur kedalam sumur meskipun airnya tidak terlalu dalam namun tubuh pak musang menjadi basah kuyup, dan bohlam yang dia cari pun tak ada di dalamnya.
"Siaaal aku kena di bodohi kelinci sialan itu. Umpat pak musang sambil menggigil kedinginan. Pak Kelinci yang sejak tadi sudah mengawasi gerak gerik Pak musang merasa senang muslihatnya Termakan oleh Pak Musang. pak kelinci tertawa melihat pak musang tercebur ke sumur, karna siasat nya berhasil. 

"Hahaha kamu ngapain tengah malam berendam di dalam sumur, mau mandi apa mau mencuri bulan?!." Ledek Pak Kelinci sambil berusaha mengulurkan tali untuk membantu Pak Musang keluar dari dalam sumur itu.
Seperti biasa pak musang selalu malu untuk mengakui kesalahannya.
"Aku butuh air, aku terpeleset saat menimba air tadi" ujar Pak Musang berbohong."
Mendengar itu Pak Kelinci hanya tersenyum, dia sangat paham akan tabiat buruk tetangganya yang sulit untuk berubah itu.

Selesai.
Manggarai 29 Juni 2023.

Toyota Gazoo Racing








 

Selasa, 27 Juni 2023

Ulat Kertas


Ulat Kertas

Oleh: Sukma Ramadhan.


Halaman 1


Suatu hari, Kumbi, Mutmut, Pingu, dan Chaki berkumpul bersama Pak Profesor Belalang di kebun buah tempat profesor itu melakukan penelitian tentang berbagai macam buah-buahan. Mereka memang sering bermain bersama dan menjelajahi kebun yang indah itu. Terlihat Kumbi dan Pingu tampak asik membantu Pak Profesor Belalang yang tengah menyiapkan pohon jambu yang hendak mereka tanam, dan Chaki terlihat asik memainkan alat yang sering di gunakan memotong  batang pohon saat Pak Profesor memetik buah nya.


Halaman 2


Sementara, Mutmut berlari kesana kemari dengan keranjang buah yang tampak sudah terisi beberapa buah mangga yang ia petik. Tiba-tiba, Mutmut terkejut dan berteriak heboh. Dia melihat ulat kecil yang bersembunyi di antara daun pohon jambu air yang hendak dia petik. Mendengar jeritan itu, Kumbi, Pingu, dan Chaki segera berlari mendekatinya, ingin tahu apa yang terjadi.


Halaman 3


Namun, Chaki yang bandel malah menertawai Mutmut yang tengah ketakutan. Dengan berani dan tanpa rasa jijik, Chaki mengambil ulat itu dan melemparnya jauh-jauh. Melihat aksi Chaki, Kumbi segera menegurnya, "Chaki, kenapa kau malah melempar ulat itu? Seharusnya kita biarkan dia tetap berada di daun."


Halaman 4


"Iya," sela Pingu, "mungkin dia sedang kelaparan dan mencari makanan. Kita seharusnya memberinya kesempatan untuk hidup." Sambungnya lagi.

"Halah, biarkan saja dia mati. Dia hanya akan mengganggu kita bermain saja." Jawab Chaki enteng dengan sikap cueknya.


Halaman 5


Pak Profesor Belalang yang baru saja selesai menanam pohon jambu mendekati mereka, penasaran dengan keributan yang terjadi. "Ada apa ribut-ribut? Apa ada masalah?" tanya Pak Profesor Belalang.


Halaman 6


Kumbi dengan sigap menceritakan semua yang terjadi kepada profesor dan menjelaskan tindakan Chaki. Pak Profesor Belalang tersenyum dan mengingatkan, "Untung ulat itu bukan jenis ulat bulu yang bisa membuat kita gatal-gatal jika disentuh, tapi bukan berarti kita boleh sembarangan menyakiti makhluk hidup, kan?"


Halaman 7


"Benar juga," ujar Mutmut penasaran, "jadi sebenarnya ulat itu tidak berbahaya?"

Pak Profesor Belalang menggeleng, "Sebenarnya tidak berbahaya, tetapi ulat bukanlah untuk dijadikan teman bermain. Mereka memiliki peran dan habitat mereka sendiri dalam ekosistem."


Halaman 8


"Lalu, jika kami ingin bermain dengan ulat, apa yang bisa kami lakukan?" tanya Kumbi dengan rasa penasaran.

Pak Profesor Belalang tersenyum dan mengajak mereka masuk ke dalam rumahnya, "Kalau begitu, ayo ikut paman ke dalam. Kita akan membuat mainan ulat dari kertas karton."

"Ulat mainan yang akan kita buat pun bisa berjalan loh." lanjutnya menggoda.


Halaman 9


Mendengar itu mereka semua antusias mengikuti Pak Profesor Belalang ke dalam rumahnya. Di sana, Profesor Belalang memberikan mereka kertas karton dan mengajar mereka cara  membuat ulat mainan.


Halaman 10


Pak Profesor Belalang segera memainkan gunting nya dengan sangat terampil, kertas karton yang sudah dilipat-lipatnya kemudian di gunting setiap sisinya hingga membentuk seperti ulat, tak lupa ia memberikan mata di ujung kepala ulat hingga terlihat tampak lucu.

Sambil membagi-bagikan mainan tak lupa Pak Profesor Belalang pun memberitahukan cara memainkan ulat mainannya.

"Kalian hanya tinggal meniup nya dengan sedotan ini, nanti ulatnya akan berjalan seperti ulat sungguhan." Ujarnya sambil mebagi-bagikan sedotan plastik.


Halaman 11


Tak lama Kumbi dan semua teman-temannya masing-masing sudah dapat mainan ulat beserta sedotan alat peniupnya dari Pak Profesor Belalang, semuanya tampak bersorak gembira.

"Ayo kita adu balapan ulat." Tantang Chaki. 

"Ayo...Ayo." Balas Kumbi dan Mutmut.


Halaman 12


Semetara Pingu memilih memainkannya terpisah, ia tampak sangat asyik meniup sedotan kecil ke ulat mainan yang mereka buat. Ulat mainan itu pun bergerak-gerak seperti ulat sesungguhnya. Mereka tertawa ceria melihat ulat mainan mereka bisa berjalan.


Halaman 13


Pak Profesor Belalang menjelaskan kepada mereka, "Ternyata, dengan sedikit kreativitas, kita bisa membuat mainan yang menyerupai ulat sesungguhnya. Ini mengajarkan kita untuk menghargai makhluk hidup dan menumbuhkan rasa empati terhadap mereka."


Halaman 14


Kumbi kemudian bertanya, "Profesor, apakah ulat mainan ini bisa menggantikan ulat yang sebenarnya?" Pak Profesor Belalang menggeleng lembut, "Tentu saja tidak. Ulat sesungguhnya memiliki peran penting dalam ekosistem, seperti membantu dalam penyerbukan bunga dan mendaur ulang material organik. Mainan ulat ini hanya untuk hiburan dan pembelajaran kita."


Halaman 15


Mendengar penjelasan Profesor Belalang, mereka semua merasa terinspirasi dan berjanji untuk lebih memahami pentingnya menjaga keseimbangan alam dan menghormati makhluk hidup.      Kumbi, Mutmut, Pingu, dan Chaki sangat senang, mereka kembali mendapatkan pelajaran baru dari Pak Profesor Belalang, hingga saatnya pulang, mereka semua pulang dengan hati gembira sambil bercerita keseruan bermainnya hari ini.


Selesai.

Sumber Ide cerita :

https://pin.it/CZuAD16

https://www.instagram.com/p/CvAfdEihXus/?igshid=MzRlODBiNWFlZA==


Sabtu, 24 Juni 2023

Burung Gereja Yang Malang.

 


Burung Gereja Yang Malang.

Oleh: Sukma Ramadhan.


Halaman 1


Kumbi menatap anak Burung gereja yang tergeletak lemah di halaman rumahnya. Sepertinya Burung itu terjatuh saat hendak belajar terbang dan keadaannya tampak sangat menyedihkan. Kumbi merasa iba melihatnya dan merasa bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk membantu burung gereja tersebut. Tanpa ragu, dia mengambil burung itu dengan lembut dan membawanya masuk ke dalam rumahnya.


Halaman 2


Kumbi berusaha merawat burung gereja itu. Dia menyediakan sangkar yang nyaman, memberinya makanan dan minuman, tak lupa ia menghangatkan tubuh burung itu dengan menjemurnya di bawah terik matahari dan berharap burung itu akan segera pulih. Namun, sesuatu yang aneh terjadi. Setiap kali Kumbi memberikan makanan pada burung gereja, burung itu menolaknya dengan keras. Burung tersebut menolak setiap biji-bijian yang diberikan Kumbi, dan mulai menunjukkan tanda-tanda keadaan yang semakin parah.


Halaman 3


Kumbi merasa bingung dan kecewa. Dia tidak mengerti mengapa burung gereja tersebut tidak mau makan. Apakah dia melakukan sesuatu yang salah? Apakah burung itu tidak menyukai makanannya? Kumbi merasa putus asa karena tidak bisa membantu burung gereja yang dia rawat,dan betapa sedihnya Kumbi karena burung gereja yang malang itu akhirnya mati.


Halaman 4


Pada saat itu, Pak Profesor Belalang yang kebetulan lewat di depan rumah Kumbi melihat kesedihan di wajah Kumbi. Ia mendekati Kumbi dan bertanya, "Kenapa kamu menangis, Kumbi?."


Halaman 5


Kumbi, sambil mengusap air mata yang menetes di pipinya, menjelaskan tentang burung gereja yang dia rawat dan masalahnya yang sulit dimengerti. Dia bercerita tentang bagaimana burung itu menolak makanan yang diberikan padanya.


Halaman 6


Dengan lembut, Pak Profesor Belalang menjelaskan kepada Kumbi tentang sifat alami burung gereja. Dia menjelaskan bahwa burung gereja adalah makhluk yang bebas, selalu merindukan kebebasannya di alam liar. Burung gereja tidak dapat hidup dalam penangkaran dan lebih memilih mati daripada kehilangan kebebasannya.


Halaman 7


 "Kamu hebat, burung itu pasti sangat berterima kasih pada mu, karena kamu mau merawatnya dengan tulus, meskipun akhirnya burung itu mati, itu semua bukan sepenuhnya kesalahan mu, semua karena ia tidak mampu melawan kodrat sifat alaminya sendiri". Ujar Pak Profesor Belalang membesarkan hati Kumbi.


Halaman 8


Kumbi terkejut mendengar penjelasan itu. Dia tidak pernah tahu bahwa burung gereja memiliki sifat semacam itu. Dia mulai memahami mengapa burung itu menolak untuk makan, karena itu adalah caranya untuk menunjukkan bahwa dia ingin kembali ke alam bebasnya.


Halaman 9


Dengan sedikit penyesalan, Kumbi menyadari bahwa meskipun dia ingin memberikan cinta dan perhatian pada burung tersebut, tetapi apa yang dia berikan justru membuat burung gereja semakin menderita. Kumbi merasa bersalah karena tidak memahami keinginan dan sifat alami burung gereja.


Halaman 10


Pak Profesor Belalang memberikan pengertian kepada Kumbi bahwa kita sebagai manusia harus menghormati kebebasan alamiah makhluk lain. Kita tidak boleh memaksa mereka untuk hidup sesuai dengan keinginan kita. Burung gereja adalah simbol keindahan alam dan kebebasan, dan oleh karena itu, mereka seharusnya tetap berada di habitat alaminya.


Halaman 11


Akhirnya , Kumbi memahami pesan yang disampaikan oleh Pak Profesor Belalang. Dia merasa lega karena akhirnya mengerti mengapa burung gereja itu tidak mau makan dan mengapa burung gereja tidak bisa dipelihara. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih menghargai kebebasan dan alamiah setiap makhluk hidup.


Halaman 12


Atas saran Pak Profesor Belalang, Kumbi pun memutuskan untuk mengubur Burung gereja itu di pojok halaman rumahnya. Dalam hatinya, ia  mulai menyadari betapa pentingnya menghormati kebebasan dan kehidupan alami makhluk lain, bahwa tidak semua makhluk dapat dipelihara ada kasih sayang yang lebih besar dengan membiarkan mereka hidup sesuai dengan sifat alami mereka.


Selesai.



Kebiasaan Buruk Chaki

 


Kebiasaan Buruk Chaki

Oleh: Sukma Ramadhan 


Halaman 1:

Pagi itu, Chaki terlihat sangat sibuk seperti tak ada habisnya. Ia membersihkan sampah-sampah yang berserakan di sekitar halaman rumahnya. Kejadian ini bukan kali pertama menimpa Chaki. Sampah-sampah selalu saja berterbangan ketika ada tiupan angin kencang. 


Halaman 2:

Itu semua karena kebiasaan buruknya yang suka membuang sampah sembarangan. Dia sering menumpuk sampah begitu saja di setiap sudut halaman, bahkan dia lebih sering membuang sampah yang dia pegang begitu saja sesuka hatinya.


Halaman 3:

Namun, kali ini sampah yang berserakan terlalu banyak, membuat Chaki merasa risih sendiri. Dengan sedikit kesadaran yang ia miliki, ia pun merapikannya dengan kantung plastik yang kemudian ia gantungkan hampir di sekeliling pagar rumah nya. 


Halaman 4:

Karena kali ini terlalu banyak sampah yang harus ia rapihkan, Chaki pun mulai kehabisan kantung plastik untuk membereskan sampah-sampahnya. Kemudian, ia pun menangguhkan pekerjaannya dan bergegas hendak ke rumah Kumbi untuk meminta kantung plastik seperti biasanya.


Halaman 5:

Baru saja ia keluar dari pintu pagar rumahnya, tiba-tiba sesuatu yang basah berlumpur menyemprot ke tubuh dan wajahnya. Ternyata itu cipratan air berlumpur dari genangan yang ada tepat di depan pagar rumahnya. 


Halaman 6:

Air genangan itu terlindas kendaraan yang tengah melintas. Kumbi yang melihat kejadian itu pun mendekat dan bertanya apa yang telah terjadi. Setelah mendengar keluhan Chaki, Kumbi memberi jalan keluar yang cemerlang. 


Halaman 7:

Kumbi menyarankan agar Chaki menggali lubang untuk tempat sampahnya, dan tanah sisa galiannya untuk menutup genangan lumpur yang ada di depan pagar rumahnya.


Halaman 8:

Akhirnya dibantu oleh Kumbi, Chaki pun menggali lubang tepat di sudut pagar rumahnya. Sementara dengan sisa tanah galiannya, Kumbi membantu menutupi genangan lumpur itu.


Halaman 9:

Tak lama, pekerjaan mereka pun selesai, dan kedua masalah Chaki pun terpecahkan sekaligus. Tak lupa, Kumbi pun berpesan agar Chaki tidak lagi membuang sampah sembarangan.

 

Halaman 10:

Seperti biasa, Chaki yang bengal hanya mengiyakan sambil melempar ke lubang galian, sisa kantung-kantung plastik berisi sampah yang masih tergantung di pagar rumahnya.


Selesai.

Minggu, 18 Juni 2023

Memancing Ikan

Memancing Ikan

Oleh : Sukma Ramadhan

Halaman 1

Kumbi pergi memancing ikan bersama dengan tiga sahabatnya, yaitu Mutmut, Pingu, dan Chaki. Mereka memutuskan untuk pergi ke sungai yang tidak terlalu jauh dari rumah mereka. Setelah sampai di sungai, mereka segera mempersiapkan alat pancing mereka.

Halaman 2

Tidak lama mereka pun mulai memancing, Mutmut melemparkan kailnya dan segera mendapatkan seekor ikan. Pingu dan Kumbi juga tidak kalah beruntung, mereka berhasil mendapatkan beberapa ekor ikan yang ukurannya lumayan besar, dan ada juga yang kecil.

Halaman 3

Namun, Chaki belum mendapatkan ikan apa pun. Ia mulai merasa sedikit kecewa. Tiba-tiba, kail yang dipegangnya seperti ditarik dengan sangat kuat. Chaki merasa senang dan berteriak sombong kepada teman-temannya, "Nah, ikan yang kudapat pasti lebih besar dari yang kalian semua dapatkan!"

Halaman 4

Namun, saat Chaki mengangkat kailnya, ia hanya menemukan sebuah ban motor bekas yang tersangkut di kailnya. Kumbi dan kawannya tertawa terbahak melihat hal itu. Chaki merasa marah dan dengan cepat merampas semua ikan yang berhasil didapatkan oleh teman-temannya, hanya menyisakan ikan-ikan kecil.

Halaman 5

Setelah itu, Chaki pulang lebih awal dengan wajah yang cemberut. Melihat teman-temannya sedih, Kumbi mencoba menghibur mereka. "Jangan khawatir, teman-teman. Mari kita pulang dan kita bisa bermain dengan ban bekas ini," ucap Kumbi dengan penuh semangat.

Halaman 6

Tiba di rumah, Kumbi segera mengambil ban bekas yang ditemukan oleh Chaki. Ia pun berpikir untuk membuat sesuatu yang bisa menghibur teman-temannya. Mutmut dan Pingu dengan antusias membantu Kumbi dalam membuat permainan dari ban bekas itu.

Halaman 7

Kumbi yang pandai dalam membuat mainan segera memulai proyeknya. Mereka membuat sebuah ayunan yang unik dari ban bekas tersebut. Dengan kreativitas mereka, ban bekas itu berubah menjadi ayunan yang luar biasa.

Halaman 8

Sementara mereka asyik bermain dan menikmati ayunan baru mereka, Chaki diam-diam mengintip dari balik jendela rumahnya. Ia merasa malu karena sudah merampas ikan-ikan yang didapatkan oleh teman-temannya. Ia ingin bergabung bermain, tetapi rasa malunya membuatnya ragu.

Halaman 9

Kumbi yang peka merasa ada yang tidak beres. Ia berhenti sejenak dari bermain dan memandang ke arah rumah Chaki. Ia melihat Chaki sedang mengintip dari balik jendela. Kumbi menyadari bahwa Chaki ingin bermain tetapi merasa malu.

Halaman 10

Kumbi mendekati jendela rumah Chaki dan dengan lembut mengetuknya. Chaki terkejut ketika melihat Kumbi di sana. "Hai, Chaki! Mengapa kau diam-diam mengintip dari balik jendela?" tanya Kumbi dengan lembut.

Halaman 11

Chaki merasa malu dan menunduk. "Maafkan aku, Kumbi. Aku merasa sangat menyesal telah merampas ikan-ikan yang kalian dapatkan. Aku ingin bergabung bermain dengan kalian, tapi aku merasa malu," ucap Chaki dengan sedih.

Halaman 12

Kumbi tersenyum dan mengulurkan tangan kepada Chaki. "Jangan khawatir, Chaki. Kami memahamimu. Mari bergabung dengan kami. Kami semua sudah melupakan hal itu dan ingin bermain bersama," kata Kumbi dengan ramah.

Halaman 13

Chaki merasa hangat di hatinya mendengar kata-kata Kumbi. Ia pun menerima tawaran untuk bergabung bermain. Chaki bergabung dengan Kumbi, Mutmut, dan Pingu di ayunan dari ban bekas yang mereka buat. Semua bersenang-senang bersama.

Halaman 14

Ketika mereka bermain, tawa dan keceriaan memenuhi udara. Mereka saling tertawa dan melupakan kesalahpahaman yang terjadi sebelumnya. Chaki merasa senang karena teman-temannya menerima permintaan maafnya.

Halaman 15

Akhirnya, hari bermain mereka berakhir dengan ceria. Mereka pulang dengan senyuman di wajah mereka. Mereka telah belajar pentingnya memaafkan dan saling mengerti. Persahabatan mereka semakin erat, dan mereka tahu bahwa tidak ada hal yang tidak dapat mereka atasi sebagai tim yang kuat

Sabtu, 17 Juni 2023

Mengapa Air Laut Berwarna Biru?







MENGAPA AIR LAUT BERWARNA

 BIRU?

Oleh : Sukma Ramadhan 


Halaman 1



Pingu, si pinguin yang lincah, melangkah dengan semangat menuju pantai, hari ini ia akan bermain bola bersama teman-temannya. Ia membawa sehelai kaus berwarna putih yang yang ia sangkutkan di pundaknya. Sambil berjalan, Pingu memandangi langit yang luas, membidik dengan imajinasinya ketika melihat burung-burung merpati berbulu putih terbang di kejauhan.


Halaman 2


Dengan cepat, Pingu mengambil ketapel yang selalu dibawanya dan mengarahkannya ke arah burung merpati yang bergerombol di udara. Dengan keahliannya, Pingu berhasil membidik salah satu merpati hingga jatuh tercebur di tepi laut yang airnya berwarna biru. Pingu pun dengan antusias berlari mendekati burung itu.


Halaman 3


Saat Pingu mengambil burung yang baru saja tercebur ke laut, dia terkejut melihat perubahan yang terjadi pada warna burung itu. Bulu-bulu putih yang sebelumnya menghiasi tubuh merpati tersebut berubah menjadi sebiru air laut yang indah. Pingu terpesona dan terpana dengan perubahan warna yang tiba-tiba itu.


Halaman 4


Sementara itu, Pingu merasa senang dengan perubahan warna yang dialami burung itu. Dalam benaknya, muncul suatu keinginan untuk merasakan perubahan yang sama. Pingu berpikir, mungkin saja dengan mencuci kaos putihnya di air laut yang biru, warna kaosnya akan berubah menjadi biru seperti yang dihayalkannya.


Halaman 5


Dengan segera, Pingu berlari menuju tepi pantai, karena di dorong perasaan ingin membuktikan semua khayalannya tentang burung merpati yang bisa  berubah warna karena terkena air laut. Rasa penasaran dan keinginan untuk merubah warna kausnya membuatnya melupakan rencana bermain bola dengan teman-temannya.


Halaman 6


Saat tengah asik mencuci, Pingu kedatangan teman-temannya yang antara lain Mutmut, Kumbi si kumbang pintar, dan Chaky si cicak yang nakal. Mereka kaget melihat Pingu tengah sibuk mencuci kaosnya dengan air laut, sementara mereka menunggu keseruan bermain bola bersama.


Halaman 7


Kumbi si kumbang yang penuh rasa ingin tahu akhirnya tak bisa menahan keingintahuannya dan bertanya kepada Pingu apa yang sedang dilakukannya. Pingu menjawab dengan ceria, bahwa ia sedang mencoba merubah warna kausnya menjadi biru agar serupa dengan seragam bola yang dikenakan oleh teman-temannya.


Halaman 8


Saat mendengar penjelasan Pingu, teman-temannya saling bertatapan, bingung dengan alasan Pingu yang terdengar aneh. Namun, keheranan mereka tidak berlangsung lama, karena secara tidak sengaja Pak Profesor Belalang yang kebetulan lewat mendengar percakapan mereka.


Halaman 9


Pak Profesor Belalang pun mendekati Pingu dan teman-temannya. Ia dengan lembut bertanya kepada mereka apa yang sedang mereka diskusikan. Dengan penuh semangat, Pingu menceritakan tentang keinginannya untuk merubah warna kausnya agar serupa dengan warna air laut yang biru.


Halaman 10


Dengan bijaksana, Pak Profesor Belalang menjelaskan kepada Pingu dan teman-temannya mengapa air laut berwarna biru. Ia menjelaskan bahwa warna biru pada air laut disebabkan oleh fenomena yang disebut hamburan Rayleigh.


Halaman 11


Pak Profesor Belalang menjelaskan bahwa partikel-partikel kecil di permukaan air laut, seperti molekul air, menyerap dan memantulkan cahaya matahari. Molekul air lebih efektif memantulkan cahaya dengan panjang gelombang yang lebih pendek, yaitu warna biru, sehingga tampaklah warna biru pada air laut.


Halaman 12


Setelah mendengar penjelasan yang bijaksana dari Pak Profesor Belalang, Pingu tersenyum malu karena keinginannya yang sedikit naif. Pingu menyadari bahwa warna biru pada air laut tidak dapat begitu saja ditransfer ke benda lain seperti kaus. Namun, ia juga merasa senang karena telah mendapatkan pengetahuan baru.


Halaman 13


Kumbi, Mutmut, dan Chaky pun merasa senang karena mendapat penjelasan yang menarik dari Pak Profesor Belalang. Mereka merasa lebih mengerti tentang fenomena alam yang terjadi di sekitar mereka, termasuk mengapa air laut berwarna biru.


Halaman 14


Akhirnya, Pingu dan teman-temannya mengakhiri hari itu dengan bermain bola bersama di tepian pantai. Mereka saling tertawa dan berteriak kegirangan, sambil disaksikan oleh Pak Profesor Belalang yang melihat mereka dengan bangga. Mereka bahagia karena telah menemukan kegembiraan dan pengetahuan baru di tengah keindahan alam.

End.

Cerita ini mengajarkan kita bahwa pengetahuan baru dapat ditemukan di tempat yang tak terduga, seperti saat Pingu ingin mengubah warna kausnya. Melalui penjelasan Pak Profesor Belalang, kita belajar tentang fenomena alam yang menarik dan mengapa air laut berwarna biru. Tapi yang terpenting, cerita ini mengajak kita untuk selalu menghargai dan bersenang-senang dengan teman-teman kita di tengah keindahan alam yang luar biasa.