Selasa, 07 Agustus 2012

Yang Terlupakan



Kalau dipikir-pikir, sebetulnya saya memiliki penghasilan sendiri dari dunia gambar, menggambar justru awalnya dari komik. Tak kurang dari 50 judul komik dagelan petruk gareng + puluhan komik legenda pernah saya buat dan diterbitkan oleh penerbit di proyek Senen Jakarta. Saat itu saya masih duduk di bangku kelas 3 SMP. Sayangnya, koleksi komik yang pernah dicetak semuanya habis tak tersisa. Mulai dari dibagi-bagikan ke teman di kampung, dipinjam ga balik, yang terakhir dimakan rayap karena ga terurus (ditinggal bekerja di Jakarta).

Sebagai anak kampung, mempunyai penghasilan Rp25000 per judul belum dipotong kurir yang mengantarkan ke master komik saya, Bapak Shindu Asmara (pendekar satria hina kelana), untuk dibawa ke Pasar Senen dan dibeli putus oleh penerbit. Rasa puas diri membuat saya malas sekolah. Setamat SMP, saya pun tidak melanjutkan sekolah ke SMA, ditambah kesulitan ekonomi orang tua, membuat saya memilih fokus menjadi komikus. Sayangnya, belum genap setahun masa keemasan perkomikan mulai memudar. Saya pun memutuskan kembali melanjutkan sekolah yang sudah setahun saya tinggalkan, dengan masih tetap ngomik dengan pesanan yang sudah mulai jarang hingga kelas 2 SMA. Praktis, kegiatan ngomik saya hanya sekedar hobi dan disimpan saja karena tidak ada permintaan lagi dari penerbit, ditambah master saya pindah tempat tinggal entah di mana.

Beruntung saat job komik sudah tak ada, Bapak saya membawakan tabloid humor IDOLA yang kebetulan ada pengumuman lomba kartunnya. Untuk pertama kali saat itu saya menggambar kartun dan tak disangka berhasil masuk nominasi di lomba itu, yang akhirnya saya pun mencoba peruntungan menjadi kartunis. Berbulan-bulan dari sekian banyak kartun yang saya kirim, akhirnya berhasil dimuat juga. Tabloid anak Fantasi, Hopla, Tablo, BOLA, majalah Ceria Remaja, Harian Jayakarta, Harian Terbit, Pos Kota, Majalah Humor pernah memuat kartun yang saya kirim.

Lewat tabloid Idola pula saya berkenalan dengan kartunis senior NOVI AR (Novirad Novi) yang tiba-tiba datang ke sekolah mengajak pameran kartun bersama kartunis-kartunis senior asal Karawang, di antaranya Heddy Yusuf (Si HEDDOT), Ponar, Hendro, dan Iwan Yudanto dalam rangka HUT RI sekaligus Peresmian HERO pasar swalayan di kota Karawang. Dari mereka lah saya banyak belajar, meski tidak dengan bertanya, hanya mengamati dan mempelajari teknik menggambar kartun yang sebelumnya saya tidak tahu seikitpun.

Kapan saya mulai tertarik menggambar? Agak susah mengingatnya, yang pasti sebelum saya bisa membaca dengan lancar, saya sudah terbiasa menjiplak gambar-gambar di koran Pos Kota (Lembergar). Setiap hasil gambar biasanya saya pamerkan di sekolah. Tak heran kalau akhirnya mereka mengira kalau saya bisa dan jago menggambar. Ada kejadian yang membuat saya jadi terpaksa belajar gambar sendiri ketika di sekolah disuruh guru seni untuk menggambar jari tangan di papan tulis. Hasilnya saya menyerah karena tidak bisa menggambarnya. Sejak peristiwa itu, hampir tiap hari saya corat-coret dengan berbagai media mulai dari di tanah halaman rumah, tembok, buku tulis, dll. Dari hasil belajar tak kenal waktu, akhirnya saya berhasil ketika guru di sekolah kembali menyuruh saya menggambar di papan tulis.

Awalnya saya ingin sekali menjadi pelukis kanvas, mengingat alat-alat melukis sangat tidak mendukung dengan kemampuan daya beli. Saya lebih sering melukis dengan pensil melukis foto pesanan teman sekolah dan tetangga yang hasilnya hanya untuk uang jajan + dibelikan alat gambar baru, itupun setelah ditabung berbulan-bulan lamanya. Saya selalu percaya dengan berusaha mengenali apa bakat yang ada di dalam diri seseorang, kemudian berusaha belajar dari siapa dan media apa saja, niscaya kita akan dapat apa yang akan kita tuju.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar